Monday, September 26, 2016

[Life Story] College Graduation!

Halo, apa kabar para pembaca? 

Kali ini, aku pengen ceritain tentang pengalamanku wisuda. Aku wisuda sekitar tanggal 15 September 2016 di Sabuga, Bandung. Sedih sih sebenernya karena angkatanku udah gak bisa wisuda di Gedung Serbaguna kampusku. Alasannya, karena Gedung Serbaguna kampusku dibangun dan dijadikan ruang kelas untuk anak-anak angkatan baru. Padahal, bagiku, Gedung Serbaguna itu berarti banyak. Mulai dari pengenalan kampus, acara-acara kampus, ngeceng-mengeceng dengan senior sesama Fisip atau sebrang fakultas *ehem*, dan acara pelepasan wisuda bagi angkatan-angkatan senior. Ya, tapi mau apa dikata, aku dan teman-temanku sudah tidak bisa wisuda di Gedung Serbaguna. Btw, aku kuliah di jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Katolik Parahyangan. Lengkap ya? Hahaha. Aku kuliah alhamdulillah tepat 4 tahun, gak kurang dan gak lebih. Seneng dan bahagia juga saya bisa kuliah di kampus berlabel elit, mahal, dan berbagai label lainnya. 

Saya merasa, kampus itu memang terhitung mahal ya, baik dari biaya hidup (kosan dan uang makan sehari-hari), tapi memang sepadan kok dengan kualitas yang dihasilkannya. Pendidikannya bagus serta lingkungan perkuliahan yang baik (asal si anak bisa memilih teman yang tepat untuknya). Hanya, memang terhitung mahal apabila dibandingkan dengan kampus-kampus negeri seperi UNPAD dan ITB yang biaya kuliah dan biaya hidupnya tidak semahal UNPAR. Tapi, hal ternyebelin ketika saya kuliah di UNPAR itu, banyak orang yang suka salah kaprah ketika menyebutkan UNPAR. Mereka sering nanya balik like, "hah, UNPAD?" dan saya selalu menjawab "UNPAR, Parahyangan, bukan Padjadjaran. Itu loh, kampus yang di Ciumbuleuit". Pernyataan-pernyataan seperti itu sudah lazim disebutkan orang-orang sekitar saya. Tapi, lama-kelamaan sih udah pasrah aja. Hahahaha. 

Balik lagi ke cerita wisudaan.. Sehari sebelum acara pelepasan wisuda oleh Rektor, ada acara yang namanya pelepasan wisudawan dan wisudawati oleh Fisip. Seneng, gembira, sekaligus sedih juga sih. Aku harus berpisah dengan teman-teman seperjuangan dan memulai hidup masing-masing. Sebelum acara pelepasan dimulai, ada acara menyanyikan lagu-lagu nasional, hymne kampus dan doa-doa. Ketika menyanyikan lagu-lagu nasional, ada beberapa orang, yang aku ingat itu dia perempuan, duduk tepat dibelakangku, dia seperti tidak serius mengikuti acara tersebut. Berisik banget.  Sorry, dia kayak orang kampung baru masuk kota. Bayangin aja, lagi nyanyi lagu-lagu nasional yang seharusnya dihayati dengan baik dan nasionalis, ini malah ketawa-ketawa gak jelas dan ngobrol hal-hal yang sebenarnya bisa diomongin nanti setelah lagu nasional sudah selesai. Ya Allah, cobaan memang datang darimana saja ya. Kemudian, ada juga nyanyi lagu LABAPACA, lagu FISIP yang diajarkan ketika hari pertama menjadi mahasiswa FISIP UNPAR. Sedih, kangen, seneng, dan berbagai perasaan bercampur menjadi satu. Aku bangga menjadi mahasiswa FISIP UNPAR.



(Suasana Taman Fisip ketika wisuwawan mendapat sambutan dari himpunan Publik, Bisnis dan HI)



(Adik-adik angkatan menyanyikan LABAPACA untuk para wisudawan dan wisudawati)



(Ka sisca, aku, Ka Mita, Ka Sarah, Ka Aisy)



(Kiki, aku, Ka Sarah, Ka Sisca, Nita, Ka Mita)


Pada saat pelepasan di Sabuga, acara dimulai sekitar pukul 6.30 untuk para wisudawan dan 7.30 untuk para orang tua. Tapi, ya namanya cewek, dandan lama, orang tua juga lama dan gak bisa diburu-buru, jadi ya gitu. Baru berangkat dari rumah jam 6.00 pagi dan sampe di Sabuga sekitar 7.30. Itu belom dapet parkir loh, aku harus turun duluan di gerbang Sabuga karena macet total. Yasudah, aku pun jalan. Mayan uga. Ketika sampai di tempat berkumpul, aku sempat pangling dengan teman-teman yang tampil cantik dan cakep lengkap menggunakan toga nya masing-masing. Aku sempet flashback dan berpikir, ternyata, 4 tahun yang lalu aku memulai kuliah, menjadi mahasiswa baru. Culun, kucel, cuek minta ampun, pake make up ke kampus pun enggak. Sekarang, sudah 180 derajat berbeda. Sehari tidak pakai lipstick pun, merasa ada yang kurang. Hahaha. Aku tidak banyak mengambil foto ketika pelepasan di Sabuga. Tapi, aku mengambil beberapa foto aku dan teman-temanku ketika disana.


(Kiki, aku, Almer, Iqbal)



(Aku, Saras)

Aku memang tidak mengambil banyak foto ketika di Sabuga. Bodohnya diriku. Hahaha. Tapi, gak apa-apa deh, aku masih mengingat memori-memori indah ketika awal masuk kuliah, kuliah dan wisuda kemarin. Dibalik kesuksesan dan kebangganku wisuda, tentu ada beberapa orang yang selalu mendukungku untuk selalu semangat skripsian. Hahaha. Tapi, yang paling intens dalam mendukungku skripsi adalah.... 


(Aku, Mas Ryan)

Yap. Dia. Namanya Ryan. Dia adalah pacarku. Hahaha. Dia adalah orang yang selalu marahin aku, ngedukungku, dan nyemangatin untuk nyelesaiin skripsi. Tanpa dia, apalah aku ni. Tiap hari tuh pasti pertanyaannya, "gimana ay udah nyelesaiin skripsi?" "gimana, udah bab berapa?" "gimana, udah bimbingan belom?" "gimana, dosbingmu? ada gak?". Ya Allah, orang tuaku aja gak gitu-gitu banget. Hahaha. Tapi, aku bersyukur karena sudah dipertemukan dengan mas yang satu ini. Dia yang membantuku semalam sebelum sidang untuk latihan bicara, buatin gambaran pertanyaan yang kira-kira akan diajukan oleh dosen penguji, ngasih minjem mouse portable, dateng ketika tengah-tengah penantian panjang menuju yudisium. Dialah yang selalu ingatkan aku hal-hal kecil ketika bimbingan, ngerjain skripsi bahkan sebelom sidang. Mas, makasih ya udah selalu ngingetin, ngebimbing, nyemangatin aku serta memberikan cinta dan kasih sayangmu. Tanpamu, aku hanyalah butiran debu yang dapat disapu oleh dosen karena pertanyaan-pertanyaan yang sulit. Dan ternyata, pertanyaanmu jauh lebih sulit daripada pertanyaan dosen penguji :p. But still, I love you and I always do, mas Ryandi Adlan. 

Terakhir, mungkin tanpa mereka, aku gak akan bisa sampai di titik ini. Teruntuk Bapak Drs Tata Santana dan Ibu Sri Dini Wahyuni, orang tuaku, yang sudah memberikan pendidikan sejak usia dini, usia sekolah dan mampu mendorong anaknya untuk sampai ke titik ini. Terimakasih Pa, sudah memberikan kalimat-kalimat yang selalu menyemangatiku. Kalimat ampuh Papa yang selalu bilang 
Waktu adalah besaran fisika yang tidak bisa kembali ke nol 
adalah kalimat yang akan selalu kuingat. Kalimat itu memberikan makna bagiku bahwa aku tidak boleh menyia-nyiakan waktu, kapanpun. Dan kali ini, papa dan mama sudah menyekolahkan aku sampai S1 dan aku tidak boleh menyia-nyiakan itu. Aku harus sekolah dengan baik. Itu adalah tekadku yang selalu kuingat apabila aku pengen skip kelas. Hahaha. Pa, Ma, anakmu ini sarjana toh. Terimakasih atas semua doanya, bantuan moralnya dan bantuan finansialnya. Kalian sudah ridho dimintain uang kuliah yang setiap semester selalu naik, uang jajan dan uang bensin yang mahal. Hehehe. Doakan agar aku bisa membanggakan kalian berdua yah. I love you.



(Mama, aku, Papa)

Tuesday, September 13, 2016

[Review] Recent Faves : Nabi Longlasting Matte Lipgloss Mocha II

Hai! Apa kabar teman-teman pembaca? 

Kali ini, aku pengen cerita tentang lipstick terbaru aku, yaitu : Nabi Longlasting Matte Lipgloss Mocha II. Sebenernya, aku agak kurang setuju sih kalau harus disebut lipgloss matte. Karena, menurutku, lipgloss Nabi ini lebih cocok dibilang lipstick matte. Tapi, yasudah.. Hahaha. Aku beli lipstick ini di toko offline Makeuppuccino di Jalan Cisangkuy, tepatnya di sebelah Rumah Makan Sambel Hejo atau kalian bisa beli di websitenya. Harga lipstick ini yaitu Rp.38.000. Murah sekali untuk ukuran lipstick brand luar negeri. So, without further do, let's review!



Product Information

Bahan-bahan yang terkandung di dalam lipstick ini yaitu : 
Isododenane, Trimethylsiloxysilicate, Stearalkonium hectorite, Silica dimethyl sylicate, Propylparaben, Bha. 

Aku gak ngerti sih ini bahan-bahan yang digunakan. Terlihat dari namanya, kimiawi semua ya. Tapi, lipstick ini aman kok digunakan :)

Packaging

Waktu aku beli lipstick ini, gak dikasih kotak pembungkusnya. Jadi, pas beli, cuma langsung barangnya saja. Ya, wajar saja sih untuk lipstick produk luar negeri. Jangan berharap, dengan harga segitu bisa dapet dusnya ya. Lalu, untuk packaging lipsticknya sendiri, seperti lipstick pada umumnya, biasa saja dan gak ada yang mewah. Tapi, sekilas, packagingnya mirip sama NYX Soft Matte Lip Cream dengan bungkusan yang lebih tinggi. 







Swatch 



Itu adalah swatch tiga lipstick yang sering aku pakai. Ternyata, setelah di swatch, warnanya mirip-mirip, padahal tiga lipstick itu datang dari merk berbeda. Kiri-tengah-kanan : Make Over Ultra Hi-Matte Lipstick shade 005 Champagne Rose - Nabi Long Lasting Matte Lipgloss shade Mocha II - Wardah Matte Lipstick 11 Satin Red. Ketika dioleskan di bibir atau di tangan, lipstick ini mengeluarkan warna yang sangat cantik, natural dan tidak patchy.  Saya suka sekali dengan lipstick ini. Oiya, sekedar info, untuk menghapus lipstick ini, saya sarankan untuk menggunakan make up remover berbasis minyak atau baby oil ya. Kenapa? Karena apabila menggunakan air, lipsticknya tidak bisa hilang. 

Ketahanan yang dimiliki lipstick ini yaitu sekitar kurang lebih 4-5 jam dengan syarat tidak makan dan minum ya. Soalnya, apabila makan dan minum, lipsticknya pudar walaupun tidak banyak. Apabila minum, lipstick ini meninggalkan bekas di gelasnya. So, untuk teman-teman yang tidak menyukai bibir yang pucat seperti saya, wajib banget membawa lipstick ini kemanapun kalian pergi. Selain itu, tips lainnya apabila ingin menggunakan lipstick ini atau lipstick lainnya, gunakanlah lip balm sebelum menggunakan lipstick atau lipsgloss supaya bibirnya tidak kering :)


(Bare Lips)






(Using Nabi Long Lasting Matte Lipgloss Mocha II)



(Swatch bibir yang lebih dekat supaya bisa terlihat jelas)


Conclusion


Saya suka banget sama lipstick ini. Karena lipstick ini dapat bertahan dengan lama, menghasilkan tampilan yang natural di bibir, dan tidak membuat bibir kering (asal menggunakan lipgloss dulu sebelum menggunakan ya). Ketika digunakan pun, warna lipstick ini keluar banget dan menghasilkan warna yang mulus di bibir alias tidak patchy. So, beli banyak-banyak ya buat koleksi. Hehehe. 


Rating


5/5. Why? Lipstick ini sempurna buatku dari segi warna, pigmentasi dan ketahanannya. Saya sih anaknya gak peduli sama packagingnya.


Repurchase or Not


Tentunya! Selain karena lipsticknya bagus banget, tempat belinya juga gak harus via online shop. Tinggal datang ke tokonya, ambil barangnya, bayar, dan kita bisa mendapatkan apa yang kita mau. 

Monday, September 12, 2016

[Life Story] Naik Bis Kota Keliling Bandung

Hai! Apa kabar teman-teman pembaca?

Baru-baru ini aku dan pacarku habis jalan-jalan keliling kota pake... bis kota! Yap, bis kota damri. Kami jalan-jalan dari rumahku di sekitar Soekarno-Hatta Bandung menuju Jatinangor dan Braga. Jadi, perjalanan kami yang cukup melelahkan ini berakhir bahagia. Hahaha. Kami berangkat dari rumah sekitar pukul 9.30 WIB. Kami menunggu bis sekitar 20 menit, lalu kami naik bis menuju Jatinangor dengan rute Elang-Jatinangor. Ini adalah kali pertama dalam 22 tahun hidup, aku bisa naik bis kota. Selama ini, aku lebih memilih untuk naik angkot, ojek, atau kendaraan pribadi untuk menjalankan aktivitas sehari-hari. Uang yang dihabiskan untuk sekali jalan dari Soekarno-Hatta menuju Jatinangor hanyalah Rp4.000 saja. Murah banget. Jauh berbeda apabila dibandingkan dengan angkot yang bisa mencapai Rp10.000 dengan efisiensi tenaga yang berbeda. Hahaha. Kalau naik angkot, uang yang dihabiskan lebih banyak dan tenaga juga lebih banyak karena harus turun naik angkot. Sedangkan untuk naik bis kota, uang yang dihabiskan lebih sedikit untuk jarak yang lumayan jauh. Selain itu, tenaga juga tidak terkuras habis karena tidak usah naik turun mobil untuk ganti rute. Sayangnya, apabila menggunakan bis kota, apabila kita kurang beruntung dan bis penuh, kita harus rela berdiri selama perjalanan. Ya, ada plus minus nya sih. 

Ini ada beberapa foto yang aku ambil di dalam bis kota. Semua foto aku ambil sendiri menggunakan handphone ya. 




(Ekspresi wajah si doi ketika duduk dalam bis kota :p)



(Keadaan di dalam bis kota. Bersih, nyaman, dan aman)



(Berhasil selfie berdua. Yaaay!)


Sesampainya di Jatinangor, kami langsung mencari sarapan plus makan siang. Hahaha. Ya, lumayan bisa menghemat ongkos dan buat jajan nanti. Kami langsung mendatangi sebuah rumah makan bernama Kantin Jatinangor. Maaf ya kantinnya lupa di foto, tapi aku gak lupa untuk foto makanannya. Hahaha. 


(Nasi putih + jamur krispi ukuran jumbo + mie goreng)

Itu adalah foto makanan yang aku makan. Porsi yang diambil juga banyaaaak banget, kayaknya bisa untuk makan berdua porsinya dan harganya.... Hanya Rp11.000 aja... Murah, banget. Di UNPAR, mana bisa makan porsi babon dengan harga murah sekali sodara-sodara.... Es teh manis juga harganya cuma Rp4.000 aja. Lama-lama, kalo saya tinggal di Jatinangor, bisa jadi gendut dan perbaikan gizi sih ini namanya... 

Lalu, setelah makan siang dan nongkrong-nongkrong cantik, kita mencoba untuk jalan dari gerbang UNPAD yang lama menuju Fakultas Teknik Geologi. Why? Ada yang mau mengenang masa mudanya gitu deh. Hahaha. Saya kira, dari gerbang lama ke fakultasnya itu deket. Ya, maklum aja, biasa di UNPAR, kemana-mana deket, ini bagian ke UNPAD Jatinangor yang gedenya minta ampun itu loh.... Jauh uga ea. Nanjak pula jalannya. Dan kami, hanyalah manusia-manusia bodoh yang mau menempuh perjalanan dengan jalan kaki. Ya, jalan kaki sodara-sodara. Orang gila emang. Hahaha. Ya, lumayanlah buat bakar lemak abis makan siang dengan porsi babon. Heu. 


(Mas Boss kalo difoto emang suka judes, maafkan yah :p)


(Gimana gayaku, udah kayak anak geologi belom? :p)

Setelah jalan-jalan sampe puas di Jatinangor, kami berdua melanjutkan perjalanan menuju Braga. Kami menggunakan bis damri jurusan Tanjungsari-Kebon Kalapa. Lumayan juga sih jaraknya, jauh banget. Ongkos yang dihabiskan hanya Rp8.000 saja untuk jarak yang sangat jauh. Hanya, bis ini menurutku jauh lebih penuh dibanding jurusan Elang-Jatinangor. Jadi, ketika kami naik bis ini, kami gak kebagian tempat duduk sampai Margahayu Raya. Lalu, selama di perjalanan, macet total. Sehingga, kami harus berdiri lama. Nah, ada pengalaman ternyebelin sih. Jadi, aku lebih duluan dapat tempat duduk. Pas sampe mana gitu, aku lupa, yang duduk di sebelahku turun dan aku udah ngebooking tempat duduk di sebelahku untuk pacarku. Tapi, ada yang nyerobot gitu deh. Pura-pura mau turun, tapinya langsung duduk di sebelahku. Malesin banget gak sih? Ya ampun... 

Lanjut lagi, kami menempuh perjalanan dari Jatinangor ke Braga itu sekitar hampir dua jam lamanya. Karena, macet. Soekarno-Hatta, biasa. Menggunakan bis tersebut, kami hanya tiba sampai ITC Kebon Kalapa. Sehingga, kami harus lanjut menggunakan angkutan kota jurusan Elang-Cicadas dan turun di depan alun-alun Bandung. Kami jalan kaki, dan melewati bazaar makanan di jalan sebelah Gedung Asia Afrika, jalan Soekarno (kalo gak salah). Kami langsung mencari makanan, dan menemukan mie baso. 



Mie baso ini dihargai Rp30.000 satu porsi dan sayangnya rasanya juga biasa aja. Setara dengan mie baso seharga Rp12.000 atau malah lebih enak. Setelah makan malam, kami melanjutkan perjalanan ke Braga, tepatnya Braga City Walk. Disana, pacarku akan manggung dan memainkan gitar kesayangannya. Hihihi. Walaupun aku sering nonton dia mainin gitarnya depanku, eksklusif hanya untukku seorang, tapi aku selalu suka apabila aku dapat menonton pertunjukkannya. Aku merasa bangga memiliki seseorang yang bisa memainkan gitar, main-main dengan batu, dan menghiburku setiap saat. Hahahaha. 


(Foto diambil dari samping ketika doi manggung)


(Selfie dikit bolehlah ya :p)

Perjalanan hari itu diakhiri dengan perpisahan kami di Braga City Walk. Karena tujuan kami yang masih berbeda, dan doakan bisa menyamakan tujuan pulang. Hehehe. 

Wednesday, September 7, 2016

[Life Story] Macet yang Bikin Makan Hati

Hai! Apa kabar? Udah lama yah aku gak nulis di blog ini. Jadi, kali ini aku mau cerita tentang pengalamanku sehari-hari selama di Bandung. Ya, kali ini aku mau cerita tentang.... kemacetan kota Bandung. Biasa banget gak sih topiknya? 

Tapi, buatku, topik ini gak akan ada habis-habisnya sih buat dibahas. Bayangin aja, dari rumah ke kampus itu aku harus menempuh jarak 20 kilometer yang harus ditempuh dalam waktu minimal 40 menit. Itu kalau jalanan lancar. Kalau dalam keadaan macet, aku harus menempuh waktu sekitar 1,5-2 jam dalam satu kali perjalanan. Gila ya Bandung sekarang?


 (Sumber : dokumentasi pribadi)

Gimana menurutmu? Itu merupakan jalan pintas loh. Kebayang dong kalo lewat jalan biasa? Kemacetan yang terjadi juga salah satu faktornya menurutku karena motor yang tidak mau mengantri di belakang mobil. Banyak loh para pengguna motor yang sering selap-selip diantara dua mobil. Nah, selap selip yang dilakukan oleh motor itu kadang suka di tempat yang sulit dan membahayakan diri mereka sendiri. You know what I mean? Maksudku, menyusul di antara dua mobil yang jaraknya saling berdekatan depan dan belakang lalu berdekatan antara samping kanan dan kiri. Bayangin aja, gimana stresnya pengguna mobil?

Bukan hanya pengguna motor aja loh yang kadang bikin saya sebagai pengguna mobil stres. Ada angkot, bis damri yang kadang suka berhenti seenak jidat (kalo ini sih agak dibela dengan keadaan halte bis di Bandung yang tidak mendukung, seperti digunakan untuk berdagang dan bobok untuk para gelandangan) dan lainnya.

Lalu, begitu sampai kampus, aku harus mencari parkiran yang begitu......



 (Sumber : dokumentasi pribadi)




 (Sumber : dokumentasi pribadi)





Sesak. Bisa dilihat sendiri kan? Ini merupakan parkiran kampusku loh... Jujur, aku sebenernya agak capek juga sih bawa kendaraan pribadi. Alasan pertama, macet. Kedua, cari parkir susah. Ketiga, bayar parkir mahal. Namun, banyak hal yang dilematis sih. 

Aku tinggal di Bandung bagian timur dan kampusku berada di Bandung bagian utara. Aku menggunakan kendaraan pribadi dengan tujuan untuk menghemat waktu dan tenaga. Selain itu, aku masih merasakan menggunakan angkutan umum itu sedikit tidak aman bagi kaum perempuan khususnya di malam hari. Selain itu, masih banyak pula supir angkutan umum yang ugal-ugalan kalau nyetir mobilnya. 

Selain itu, fasilitas bagi para pengguna jalan seperti trotoar, zebra cross dan jembatan layang yang belum memadai menjadi tantangan tersendiri. Trotoar yang banyak digunakan untuk parkiran motor, jalan pintas motor yang terjebak macet, atau bahkan jualan. Oh my. Terkadang, pikirannya suka disimpen dimana ya.

Trotoar itu gunanya untuk digunakan pejalan kaki loh, bukan untuk jualan. Saya tau sih retribusi untuk berjualan itu sedikit mahal, tapi demi kenyamanan dan keamanan bersama, kenapa sih aturan itu gak diikuti? Malah, pemkot Bandung sudah pernah mengeluarkan aturan : apabila ada yang bertransaksi jual beli di trotoar (khususnya yang diberi zona merah oleh pemerintah) akan di denda sebesar satu juta rupiah. Bagi saya, nominal tersebut mahal sekali untuk transaksi yang tidak seberapa jumlahnya. 

Bagi para pemotor yang terhormat, tolong jangan gunakan trotoar sebagai jalan pintas anda dong. Hak para pejalan kaki disimpan dimana? Tolong, kalian sudah diberi jalan yang besar dan luas sekali. Saya tau, macet itu melelahkan. Capek hati, jiwa dan pikiran. Tapi, hormati hak orang lain ya Mas, Mbak. Bayangin aja, kalau seandaikan kami para pengguna mobil mengambil hak anda di jalan dengan melarang pengguna motor menggunakan jalan raya, apa yang anda rasakan? Marah toh? Sama kok Mas, Mbak. Pejalan kaki juga sebenarnya marah dengan orang-orang yang mengambil haknya. Jadi, sesama pengguna jalan raya, hormatilah hak dan kewajiannya masing-masing ya. 

Harapan saya ke depannya, semakin banyak orang yang sabar serta waras dalam berkendara. Yuk hormati hak dan kewajiban masing-masing pengguna jalan. 


Menjadi Seorang Budak Korporat?

Haiiiii... Udah lama banget aku gak nulis blog.. Kangen buat nulis, tapi waktu yang aku punya buat nulis sulit banget rasanya :( Baru-baru...